Google Adsense

Saturday, October 3, 2015

Presiden Perintahkan Ambil Alih FIR dari Singapura

Flight Information Region (FIR) atau kontrol wilayah udara di Kepulauan Riau dan sekitarnya masih dikuasai oleh Singapura. Presiden Joko Widodo meminta agar jajarannya segera mempersiapkan peralatan dan personel agar dapat mengambil alih kelola ruang udara yang dimaksud.

Presiden Perintahkan Ambil Alih FIR dari Singapura

Presiden beberapa waktu lalu memanggil kementerian terkait untuk membahas permasalahan ini. Pasalnya International Civil Aviation Organitation (ICAO) hingga kini masih belum mengizinkan Indonesia mengelola ruang udara di wilayah Kepri, Tanjungpinang, dan Natuna karena dianggap belum memiliki kesiapan infrastruktur dan SDM yang mumpuni.

Jokowi pun menargetkan 3-4 tahun untuk mengambil alih FIR dari Singapura. Lantas apakah Indonesia mampu mewujudkannya? Mengingat sudah sejak 1946 pengelolaan FIR didelegasikan ICAO kepada Singapura dan Indonesia belum juga mampu mengambil alihnya.


"Jangan begitu. Kalau tanya sama saya, ya harus! Itu kalau saya," ungkap KSAU Marsekal Agus Supriatna saat dimintai tanggapannya di Mabes TNI Cilangkap, Jaktim, Rabu (30/9/2015).

Menurut Agus, pemerintah harus segera bergerak cepat agar Indonesia dapat berdaulat di wilayahnya udara. Sebab terkait hal ini, pesawat Indonesia harus tetap meminta izin dari Singapura walau terbang di ruang udara sendiri.

"Ya betul, harus begitu," kata Agus singkat sambil mengancungkan jempolnya tanda mengamini.

Mengenai hal tersebut, Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional Marsda Hadiyan Sumintaatmadja mengatakan untuk permasalahan FIR harus dilihat dari konteks keselamatan penerbangan. Pasalnya dalam pendelegasian FIR oleh Singapura, itu sudah ada UU yang mengaturnya.

"Memang FIR singapura berada di wilayah NKRI dan itu amanah ICAO bahwa sementara ini pengontrolan di Kepri dan Natuna didedikasikan ke Singapura. Itu tidak selamanya," ujar Hadiyan saat berbincang.

"UU No.1 tahun 2009 paling lambat sudah dikontrol atau diambil alih Indonesia. Pengambilan alih tergantung kesiapan Indonesia dan FIR urusan dengan kemenhub juga," sambungnya.

Tak hanya Kemenhub, dijelaskan Hadiyan, dalam permasalahan FIR Kemenlu juga sangat berperan. Pasalnya wilayah udara yang dikelola oleh Singapura merupakan jalur gemuk yang banyak dilintasi pesawat-pesawat komersil lintas negara.

"Secara diplomatik itu Kemenlu perlu juga turun tangan. Bisa saja negara lain yang biasa lewat wilayah Kepri dan Natuna tidak nyaman kalau FIR diambil alih Indonesia, makanya perlu ada diplomasi dari kemlu," tutur Hadiyan.

Untuk dapat mengambil alir FIR, Indonesia disebut Hadiyan harus memiliki instrumen yang sama dengan Singapura. Dari infrastruktur hingga SDM. Termasuk radar-radar udara dan instrumen militer.

"Tapi memang lebih baik FIR yang ada di wilayah kita dikontrol negara sendiri. Seperti di Cengkareng atau Unjung Pandang," ucapnya.

Pengelolaan ruang udara tak bisa dianggap enteng. Indonesia, kata Hadiyan, harus tetap meminta izin kepada Singapura jika ingin terbang di wilayah yang diatur dalam FIR tersebut.

"Memang harus izin ke Singapura tapi ini dalam konteks keselamatan penerbangan ya karena memang amanah. Tapi kalau ada pelanggaran kedaulatan ya tetap kita tindak," tukasnya.

"Dan kalau sudah peran, FIR ya kita lupakan. Kita yang kendalikan karena urusannya sudah pertahanan negara," pungkas Hadiyan. (Detik)

Indonesia Butuh 60 Hingga 100 Kapal Selam Untuk Jaga Kedaulatan Maritim

Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Muradi menjelaskan, rencana pengadaan kapal selam kelas kilo dapat menjadi salah satu jawaban dari rencana penguatan jajaran kapal selam di TNI AL. Bahkan, Muradi menyebut, idealnya dengan wilayah perairan yang sangat luas, Indonesia membutuhkan setidaknya 60 hingga 100 kapal selam.


Indonesia Butuh 60 Hingga 100 Kapal Selam Untuk Jaga Kedaulatan Maritim


''Kapal selam kelas kilo masih bisa beroperasi di sekitar perairan Indonesia. Itu kan kapal selam kelas middle. Kalau di atas itu, mungkin sudah cukup sulit,'' ujar Muradi kepada Republika, Senin (28/9).

Bahkan, Muradi menilai, jika berbicara jumlah ideal serta angka normatif, jika disesuaikan dengan luas wilayah perairan, dibutuhkan setidaknya 60 hingga 100 kapal selam. ''Kalau perlu, Indonesia membutuhkan 60 hingga 100 kapal selam. Atau, idealnya ya sekitar 60 kapal,'' kata Muradi.

Jumlah armada yang besar ini pun seharusnya bisa didukung dengan peningkatan jumlah pangkalan kapal selam, yaitu sekitar lima pangkalan. Lokasinya pun tersebar di seluruh wilayah, seperti di Kupang, Sorong, Sunda Kecil, Surabaya, dan Kalimantan. Pada masing-masing pangkalan itu bisa diisi 15 hingga 20 kapal selam.


Saat ini, TNI AL memang tengah membangun pangkalan kapal selam di Palu, Sulawesi. Tidak hanya itu, kapal-kapal selam itu juga bisa dioperasikan di wilayah Indonesia Timur yang memang dikenal memiliki perairan laut dalam.

Terkait adanya potensi embargo dari produsen kapal selam kelas kilo, Muradi menilai, hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Selama ini, kapal selam kelas kilo memang diproduksi oleh Rusia. Menurut Muradi, selama ini Indonesia belum pernah diembargo oleh Rusia.

Selain itu, kebijakan Rusia untuk selalu berseberangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya bisa dianggap keuntungan tersendiri. ''Berbeda jika Indonesia membeli kapal selam dari Inggris atau sekutu Amerika Serikat, malah bisa kena kemungkinan embargo,'' ujar Muradi.

Tidak hanya itu, sebagai penjual, Rusia bisa menjajaki pembukaan pasar yang lebih luas di Asia Tenggara. Selama ini, Rusia memang baru bekerja sama dengan Vietnam dalam pengadaan armada tempurnya, termasuk pengadaan kapal selam kelas kilo. ''Kalau nantinya Rusia menawarkan kerja sama, ya diambil saja, mengapa tidak?'' tutur Muradi.

Pun jika melihat kecanggihan teknologi, daya jelajah, dan manuver kapal selam buatan Rusia. Kapal selam mereka dinilai lebih canggih dibanding buatan Korea Selatan. Namun, Muradi mengakui, salah satu kendala dari kapal selam adalah biaya pemeliharaan yang cukup tinggi. Selain itu, skema perawatan dengan mengandalkan kanibalisme spare part antara alutsista yang dimiliki sebaiknya dihindarkan, terutama dalam pemeliharaan dan perawatan kapal selam.

''Hal ini mengingat operasinya yang berada di dalam laut dan membawa awak serta personel. Jadi, pemeliharaannya tidak bisa main-main,'' ujar Muradi. (Republika)

Gladi Resik HUT TNI Bikin Kagum Warga Banten [Foto]

Jelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 Tentara Nasional Republik Indonesia (TNI) yang jatuh pada 5 Oktober 2015 mendatang, Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo bersama seluruh jajaran TNI diketahui tengah menggelar gladi resik di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Sabtu, 3 Oktober 2015.

Tema yang diangkat dalam HUT TNI kali ini adalah 'Bersama Rakyat TNI kuat, hebat, profesional, siap mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian'.


Gladi Resik HUT TNI Bikin Kagum Warga Banten

Selain akan dihadiri oleh Panglima TNI, gladi resik nantinya juga akan dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Darat Jendral TNI Mulyono, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Ade Supandi, dan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Agus Supriatna.

Dalam gladi resik ini, seluruh pasukan TNI yang hadir mengikuti simulasi upacara. Bahkan, pembawa acara dalam gladi resik juga menyebutkan bahwa Gubernur Banten, Rano Karno mempersembahkan drama kolosal Jenderal Besar Sudirman demi memeriahkan HUT TNI ke-70 itu. Dalam gladi resik juga ada peragaan Alat Utama Sistim Persenjataan (Alutsista) TNI.


Dari pantauan VIVA.co.id, pada pukul 11.30 WIB, peragaan alutsita mulai dari memamerkan kendaraan-kendaraan yang digunakan anggota TNI seperti motor, panser, tank, sampai adanya peragaan oleh pesawat jet dan kapal tempur.

Bahkan, pesawat jet dan kapal tempur yang dipamerkan juga sempat mengeluarkan tembakan ke arah laut lepas. Sontak, hal tersebut membuat para warga yang datang menonton gladi resik itu dari pagi, berhamburan bergerak menuju ke arah pesawat jet dan kapal yang mengeluarkan tembakan.

Sebanyak 4731 prajurit dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) terlihat mengikuti gladi resik. Mereka menunjukkan kerapian berbaris dan kekompakannya.

"Salut sama TNI. Mereka memang disiplin, rapi, enak sekali dilihatnya," kata Bonny (32) salah seorang warga yang berada di lokasi menonton bersama keluarganya.

"Anak-anak, pada senang katanya lihat ini. Kami sudah datang dari pukul 07.00 WIB tadi," dia menambahkan.

Sementara itu, Kepala Bidang Penerangan Pasukan, Kolonel Laut Mugiono memaparkan, usai gladi resik, akan ada demo pesawat jet, kapal yang menembakkan peluru, serta anggota dari Marinir yang akan terjun ke laut.

"Prajurit harus militan dalam segala hal karena hanya dengan kekuatan bersama-sama akan menjadi kekuatan untuk itulah apabila dengan rakyat maka TNI akan kuat. Hanya dengan rakyat TNI akan kuat," ujar Kepala Pusat Penerangan TNI, Brigjen Tatang Sulaiman

Dari data yang berhasil dikumpulkan, diketahui TNI telah menyiapkan beberapa alutsista untuk demonstrasi. Di antaranya, 1 pesawat Fennex, 4 helikopter MI 35, 1 helli MI 17, 12 heli Bell 412, 43 kapal tempur kelas Sigma, 2 kapal tempur kelas MARF, 4 kapal perang kelas Amy, 11 kapal perang kelas Parchim, 4 kapal perang kelas SHS, serta 1 kapal selam.

Selain itu, ada juga 12 pesawat tempur Tiger 50, 10 pesawat tempur jenis Hawk, 12 pesawat tempur F-16, serta 9 jet Sukhoi SU27/30 juga bakal menghibur warga Cilegon. (VivaNews | liputan6 | TribunNews)
























Natuna Diproyeksikan Jadi Pearl Harbour Indonesia

Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna menginginkan agar Natuna menjadi Pearl Harbour bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan negara.

"Ya itu harus, Natuna harus diperkuat karena itu (penguatan Natuna) juga rencana saya. Bila perlu kita jadikan Pearl Harbour-nya Indonesia, untuk mengawasi wilayah kita yang begitu luas," ujarnya di Jakarta, Selasa (29/9/2015).


Natuna Diproyeksikan Jadi Pearl Harbour Indonesia

Menurut Agus, Natuna perlu dibangun pangkalan yang betul-betul sesuai untuk melaksanakan operasi Angkatan Udara (AU). Termasuk juga dermaga-dermaga lautnya juga harus diperkuat.


"Penempatan skuadron pesawat tempur tidak perlu di Natuna, sebab pesawat tempur dalam waktu singkat sudah bisa berada di sana. (Fasilitas atau sarana) itu yang dibutuhkan seperti, bunker-bunker, enggak bisa parkir biasa, nggak boleh harus bunker," jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Jenderal Purn Ryamizard Ryacudu berencana meningkatkan pertahanan laut dan udara di Kepulauan Natuna, menyusul meningkatnya tensi di Laut China Selatan (LCS).

"Ya nanti bulan depan Natuna kita akan lengkapi, landasan kita perpanjang, ada pelabuhan besar paling tidak bisa menampung empat kapal kemudian pesawat-pesawat besar," ujarnya.‬ (Sindo)