Google Adsense

Thursday, March 10, 2016

Komisi I Sudah Lama Minta Halim Dikembalikan Jadi Pangkalan Militer


Komisi I Sudah Lama Minta Halim Dikembalikan Jadi Pangkalan Militer 

JAKARTA, - ‎Komisi I DPR sudah lama meminta agar fungsi kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, dikembalikan secara utuh sebagai pangkalan militer.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, ‎pihaknya pernah menggelar rapat membahas persoalan pengelolan kawasan Halim Perdanakusuma bersama TNI Angkatan Udara (AU), PT Angkasa Pura dan pihak Lion Air.

‎"Pada prinsipnya pada waktu itu Komisi I meminta Halim ini agar dikembalikan fungsinya utuh sebagai bandara militer, pangkalan militer," ujar Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (8/3/2016).

Dia melanjutkan, Komisi I saat itu juga berharap tidak ada lagi penerbangan komersil di Halim Perdanakusuma, setelah perluasan Bandara Soekarno-Hatta rampung nantinya.

Kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, sepengetahuannya sebagian kawasan Halim Perdanakusuma itu digunakan untuk sebuah stasiun kereta cepat Jakarta-Bandung.

‎"Dan pihak TNI AU beberapa hari lalu, saya kan dari Mabes TNI AU itu dengan tegas kok menolak mereka. Karena itu instalasi militer  dan memang fasilitas umum seperti itu tidak boleh berdekatan dengan fasilitas militer kan," tuturnya.

Mahfudz menambahkan, TNI AU pun tidak sekadar menolak didirikannya sebuah stasiun kereta cepat itu. TNI AU juga sudah memberikan alternatif solusi menawarkan lahannya di daerah Cipinang.

‎"Saya sih berharap Meneg BUMN tidak bersikeras ya menggunakan lahan Halim itu," pungkasnya.

Belum lama ini, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah berkicau di akun Twitternya soal Lanud Halim Perdanakusumah telah dikuasai asing. Diketahui, hak kelola Bandara Halim Perdanakusuma dipegang PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS), Lion Air Group.

Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan PT Angkasa Pura II tentang pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma.

Perkara yang diajukan pada 2 November 2015 tersebut diputus MA pada 11 Februari lalu oleh Ketua Majelis Syamsul Ma'rif dan Anggota I Gusti Agung Sumanatha serta Mohammad Salah.

'Dicaplok' Asing, TNI AU Diminta Kembali Kuasai Penuh Pangkalan Halim


Dicaplok Asing TNI AU Diminta Kembali Kuasai Penuh Pangkalan Halim 
JAKARTA, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan, Pangkalan Udara (Lanud) TNI Angkatan Udara (AU) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur yang dikuasai pihak asing, harus direbut kembali.

"Jangankan lanud atau bandara atau apapun. Halim adalah jantung pertahanan udara kita," kicau Fahri di akun Twitter @Fahrihamzah, Selasa (8/3/2016).

"Tolong ini (penguasaan Pangkalan Halim oleh asing) dibikin jelas. Saya ingin TNI AU kuasai penuh kawasan Halim. Bukan oleh koperasi atau korporasi," imbuhnya.

Fahri menjelaskan, kawasan Pangkalan Halim seyogyanya adalah wilayah militer. Menurutnya, di kawasan itu angkasa pura yang mengelola bandara harusnya dipisah dengan angkasa pura yang di tempat lain bekerja sama dengan asing.

"Di banyak kawasan militer TNI AL, ada banyak pusat komando armada yang sangat strategis. Tapi ada BUMN yang menempel. Maka, BUMN tersebut tidak bisa sembarang kerja sama dengan pihak lain apalagi dijual," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

"Terlalu banyak contoh terutama di sektor pertambangan yang akhirnya lahan beralih ke pihak asing. Dapat dibayangkan betapa rawan kawasan itu jika pengelolaan penerbangan dikendalikan pihak lain," pungkasnya.

Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Dikuasai Asing






JAKARTA - Kicauan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di akun Twitternya yang mengatakan, ada Pangkalan Udara (Lanud) TNI Angkatan Udara (AU) dibeli asing, terjawab. Pangkalan Udara TNI AU yang dibeli asing itu adalah Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

"(Pangkalan Udara) Halim Perdanakusuma‎, sejak mereka kerja sama dengan koperasi itu," kata Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/3/2016).

‎Sebelumnya Anggota Komisi V Nizar Zahro mengatakan, harus ada kesepakatan antara Angkasa Pura (AP) II dengan PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) dalam ‎pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma.

"Menurut saya walaupun ada putusan Mahkamah Agung (MA) tentang Bandara Halim yang dimenangkan PT ATS Lion Group itu, tidak dapat di eksekusi. Karena dengan putusan MA itu PT ATS tidak serta merta bisa menjadi pengelola Bandara Halim," ungkap Nizar.

Lebih lanjut Nizar mengungkapkan, ‎dalam Undang-undang (UU) Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 pengelola bandara harus memiliki sertifikat Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Menurut datanya, baru AP I dan AP II yang memiliki sertifikat. Padahal diketahui di Halim itu ada bandara komersil dan Lanud. Bandara selama ini dikelola bersama oleh Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau) dan PT AP II.

"Sepengetahuan saya PT ATS adalah pengguna yang dikerjasamakan, bukan sebagai pengelola bandara, saran saya harus ada kesepakatan antara AP dengan PT ATS agar ada kesepakatan yang tidak merugikan salah satu pihak karena yang bisa menjadi pengelola hanya AP yang punya sertifikat," tuturnya.

Dia berpendapat, sebagai anggota Komisi V DPR, siapapun dimenangkan MA, aktivitas pertahanan di Lanud Halim Perdanakusuma, tak boleh terganggu oleh ada putusan itu.

"Itu haknya Angkatan Udara kapan pun boleh digunakan setiap hari, setiap malam, tidak boleh ada yang mengganggu demi keamanan udara RI," imbuhnya.

Dia menambahkan, seperti data yang ada Pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma ini memang diserahkan ke Angkasa Pura II berdasarkan kesepakatan antara Kepala Staf TNI AU dengan Dirjen Perhubungan Udara pada 5 Juni 1997.

Dalam kesepakatan ini lanjut dia, pengelolaan bandara sipil diserahkan ke AP II. Kesepakatan ini disusul terbitnya Surat Keputusan Menhub Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengoperasian Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma pada tahun 2005.

Saat itu Inkopau membuat perjanjian dengan PT ATS maka timbul gugatan dari PT ATS. "Solusi permanen adalah harus ada kesepakatan PT ATS dengan AP II sebagai pihak pengelola yang mempunyai sertifikat," pungkasnya.

Hak Pengelolaan Bandara Halim Jatuh ke Lion Grup, Kemenhub Larang Ada Monopoli Maskapai


 
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melarang keras adanya monopoli maskapai di bandara umum.

Aturan ini juga berlaku di Bandara Halim Perdanakusuma yang hak pengelolaannya jatuh ke tangan Anak usaha Lion Grup yakni PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS).

"Dilarang monopoli, demikian juga slot, harus adil," ujar Direktur Kebandarudaraan Kemenhub Agus Santoso di Jakarta, Minggu (6/3/2016).

Menurut dia, semua Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) yang mengelola bandara umum harus melayani maskapai secara seimbang.

Pembagian slot penerbangan juga harus terbuka.

Meski begitu tutur Agus, PT ATS belum mendapatkan sertifikat BUBU dari Kemenhub.

Bila PT ATS berniat menjadi pengelola Bandara Halim Perdanakusuma, maka anak usaha Lion Grup itu harus mengajukan diri menjadi BUBU.

Kata Agus, aturan itu ada di Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara.

Harian Kompas Perkembangan Jumlah Penumpang Pesawat Udara


Seperti diberitakan, Hak pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma jatuh ke tangan anak usaha Lion Grup, yakni PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS). 

Hal itu menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak peninjauan kembali (PK) yang dilayangkan AP II terkait sengketa Bandara Halim Perdanakusuma. 


Presiden Direktur Lion Grup Edward Sirait dalam keterangan resminya mengatakan, pihaknya tidak memiliki keinginan mengambil alih penuh pengelolaan Bandara Halim dari tangan AP II.

Nantinya tutur dia, Lion Grup hanya akan menjadi investor pengembangan Bandara Halim Perdanakusuma. Sejumlah dana pun siap digelontorkan.

"Lion Air Group akan bekerjasama dengan Badan Usaha Bandara Udara (BUBU) seperti Angkasa Pura II atau yang lainnya dan kami tidak ada keinginan untuk mengambil alih", kata Edward, Jumat (4/3/2016).

TNI AU: Bandara Halim Tetap Diutamakan untuk Militer

 

Sejumlah prajurit TNI memasuki pesawat hercules di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Kamis (10/9).   (Republika/Raisan Al Farisi)

JAKARTA -- Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (Kadispenau), Marsekal Pertana TNI  Dwi Badarmanto mengatakan saat ini TNI menunggu hasil keputusan Mahkamah Agung terkait masalah pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma dengan Lion Group.

"Kami akan mengikuti prosedr hukum dan menunggu putusan MA, setelah itu baru kami akan ajukan kasasi," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (29/10).

Ia menegaskan, tidak benar bila Lion Grup akan menguasai semua penggunaan lahan bandara Halim Perdana Kusuma. Karena, berdasarkan kesepakatan antara pihak PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) dan Induk Koperasi TNI AU (Inkopau-Pukadara) bahwa Lion Grup hanya mengelola bandara Halim Perdana Kusuma sesuai dengan keinginan pemerintah untuk menampung penerbangan komersil.

Dwi melanjutkan, TNI AU juga akan tetap membatasi penerbangan komersil di Bandara Halim Perdana Kusuma dengan maksimal penerbangan dua kali setiap harinya. Kemudian, TNI AU juga yang memiliki hak penuh untuk membatasi penggunaan lahan dan kebijakan di Bandara Halim Perdana Kusuma.

"Segala kepentingan militer akan selalu tetap diutamakan," tegasnya.

Ia menjelaskan selama ini, permasalahannya adalah antara Angkasa Pura II dan ATS dalam pemanfaatan lahan seluas 21 hektar di Bandara Halim Perdana Kusuma. Dimenangkannya pengelolaan oleh Lion Grup menimbulkan masalah karena sudah sejak 1984 Angkasa Pura II juga telah menambah beragam  fasilitas penumpang di bandara tersebut sehingga Angkasa Pura tidak mau langsung memberikan ke Lion Grup sampai dibawanya ke Mahkamah Agung.

"Dalam perjanjian ATS menuntt hak-haknya. Tapi Inkopau tak bisa memberikan karena ada Angkasa Pura," ucapnya.