Google Adsense

Friday, November 27, 2015

TNI AU akan Ganti Heli Super Puma VVIP Kepresidenan


Helikopter Super Puma untuk VVIP akan diganti dengan jenis dan merk terbaru karena sudah usang. Peremajaan helikopter kepresidenan itu sudah diusulkan sejak lama dan pengadaannya masuk dalam rencana strategis (renstra) ke-II TNI AU tahun 2015-2019.




"Jadi perlu diluruskan. TNI AU bukan akan membeli heli untuk presiden. TNI AU akan membeli heli VVIP untuk mengganti Super Puma yang usianya sudah tua," ungkap Kadispen TNI AU Marsma Dwi Badarmanto saat dikonfirmasi detikcom, Senin (23/10/2015).

Dalam renstra, pilihan TNI AU untuk mengganti Super Puma yang diproduksi tahun 1980 itu jatuh pada Agusta Westland AW-101. Heli tersebut tidak spesifik diperuntukkan bagi Presiden Joko Widodo namun juga bagi pejabat VVIP termasuk wakil presiden dan tamu kenegaraan.

"Jadi bukan hanya untuk presiden. Diganti juga karena usia Super Puma sudah 25 tahun. Dan ini sudah masuk dalam resntra sebelumnya," kata Dwi.

Alasan TNI AU memilih Agusta Westland AW-101 adalah karena heli tersebut dinilai yang paling mumpuni untuk menunjang kepentingan VVIP. Heli jenis ini memang memiliki standar pengamanan modern yang mampu mengangkut 13 penumpang.

"Kita sudah lakukan semua kajian dan dipilih Agusta. Ada beberapa kelebihan, dia punya baling-baling 3, nyaman dan aman, punya perahu karet. Intinya dapat memberi keamanan bagi VVIP," jelasnya.

Heli yang akan dibeli TNI AU ini disebut Dwi juga anti peluru. Selain itu heli baru untuk VVIP tersebut juga dilengkapi dengan bantalan udara yang dapat mengembang seperti air kantong udara jika terjadi benturan.

AW-101 dipilih juga karena dapat dipasangi pelampung sehingga heli dapat mendarat dan mengapung di perairan dalam keadaan darurat. Plat-plat baja tahan peluru pada heli Agusta ini juga bisa dipasangkan pada helikopter lain sesuai keperluan.

"Ya heli ini anti peluru, kan untuk VVIP kita cari yang paling aman dan nyaman. Keselamatan harus terjamin," tutur Dwi.

Kadispenau juga memastikan bahwa dalam pembelian heli kepresidanan baru tersebut, dana bukan berasal dari Sekretariat Negara (Setneg). Untuk pengadaan sendiri akan dilakukan secara bertahap.

"Dana tidak menggunakan dari setneg, karena kan TNI AU yang mau beli. Rencana beli beberapa untuk 1 skadron. Tahun 2016 satu dulu, tahun depannya lagi 2 unit, dan berikutnya disesuaikan dengan kemampuan pemerintah," terang Dwi.

Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Militer Presiden (Sesmilpres) Marsdya Hadi Tjahjanto. Ia memastikan dana untuk memberi heli baru bukan berasal dari Setneg.

"Bisa dilihat dalam renstra (TNI AU)," jawab Hadi ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (23/11).

Mengenai pengadaan helikopter baru bagi VVIP ini juga sudah disampaikan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat rapat kerja dengan Komisi I DPR bulan Oktober lalu. Dalam rapat itu Gatot menyebut presiden dan wapres memerlukan helikopter baru dalam rangka penunjangan keamanan dan keselamatan.

Berdasarkan informasi, helikopter AW-101 rencananya akan ditempatkan di Skuadron 45 yang mengoperasikan 5 helikopter Super Puma dengan homebase di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Meski nantinya pesawat Agusta sudah dibeli, Super Puma masih akan tetap dioperasikan.

Peremajaan helikopter ini sendiri sejalan dengan pengadaan alutsista baru dari 2 matra lainnya. Yakni seperti heli serbu AH-64 Apache untuk TNI AD dan helikopter anti kapal selam untuk TNI AL.  (Detik)

Pengadaan Helikopter Kepresidenan PT. DI Siap Bersaing


PT Dirgantara Indonesia (DI) memproduksi helikopter teknologi tinggi EC-725 atau Super Cougar. Pesawat ini bisa dipakai untuk pesawat kepresidenan pengganti Super Puma dan siap bersaing dengan pesawat sejenis seperti helikopter AW-101 buatan Italia.





"Pesawat ini cocok untuk VVIP kepresidenan," ujar Direktur Produksi Arie Wibowo kepada wartawan usai menemani rombongan calon dubes untuk berbagai negara di PT DI, Jalan Padjadjaran, Bandung, Rabu (25/11/2015).

Meski lisensinya AeroCopter, namun sebagian besar produksi pesawat ini seperti badan pesawat dan ekor dilakukan di PT DI. "Lokal kontennya sekitar 20-30 persen," kata Arie.

Menurutnya dari sisi teknologi dan kelengkapan pengamanan pesawat, heli EC-725 bisa bersaing dengan pesawat AW-101. "EC-725 secara garis besar teknologinya sama dengan AW-101. Engine EC-725 sudah standar untuk kepresindenan. Fitur-fiturnya juga bagus VVIP," bebernya.

Arie menjelaskan EC 725 merupakan kerjasama PT DI dengan Airbus Helicopters selama 10 tahun, sejak 2013. PT DI memproduksi bagian badan pesawat atau fuselage dan tail boom (ekor). "Setiap tahun kita kirim ke airbus 10 fuselage dan 15 tail boom," jelasnya. Sementara untuk lisensinya dari UeroCopter, sama dengan Super Puma.

Seperti diketahui, tahun depan TNI AU akan menganggarkan pembelian helikopter VVIP kepresidenan. Dikabarkan TNI AU akan membeli helikopter buatan Italia AW101 untuk menggantikan Super Puma yang selama ini dipakai. "Soal ini kita tidak tahu sebenarnya, belum ada informasi soal lelang pengadaan pesawat jenis ini," kata Arie.

Namun, kata Arie, PT DI pada prinsipnya siap apabila pemerintah dalam hal ini TNI AU memutuskan untuk membeli EC-725. "Memang sebaiknya helikopter kepresidenan dibuat di dalam negeri untuk menjaga kerahasiaan," tandas Arie.

Hal itu diamini Direktur Teknologi dan Pengembangan Andi Alisjahbana. Menurutnya promosi produk dalam negeri yang terbaik adalah menggunakan produk sendiri.

Ditambahkan Direktur Komersial dan Restrukturisasi Budiman Saleh, dari segi harga pun jauh lebih murah. Untuk heli EC-725 combat SAR dijual sekitar 25-26 juta euro. Sementara untuk pesawat VVIP kepresidenan, harganya ditambah 10 juta euro. "Jadi ya sekitar 35 juta euro," katanya. Sementara AW-101 sekitar 50 juta euro.  (Detik)

Antisipasi Aksi Teror, TNI AU Jaga Ketat Bandara Solo

Dirjen Perhubungan telah menginstruksikan perubahan status keamanan seluruh bandara di tanah air dari hijau menjadi kuning. Pengelola Bandara Internasional Adi Soemarmo Solo telah berkoordinasi dengan TNI AU untuk melakukan pengamanan ketat non-stop 24 jam.

Antisipasi Aksi Teror, TNI AU Jaga Ketat Bandara Solo

Manajer Teknis dan Operasi Angkasa Pura I Bandara Adi Soemarmo, Yaka Sulistya, mengatakan peningkatan status tersebut telah diberlakukan di seluruh bandara di tanah air, termasuk di Solo.

Meskipun sejauh ini kondisi Bandara Solo normal dan tidak ada tanda-tanda ke arah yang mengkhawatirkan namun pemberlakukan pengamanan tetap dilakukan dengan ketat sesuai instruksi Pemerintah Pusat.


"Bandara Adi Soemarmo adalah bandara umum yang berada di kawasan militer. Kami telah berkoordinasi dengan TNI AU untuk pengamanan. Kami bekerjasama dengan Lanud, dari sisi pengawasan maupun patroli keamanan yang dilakukan intensif selama 24 jam. Langkah itu akan dilakukan hingga status bandara kembali diturunkan pada level hijau," ujarnya, Rabu

Status keamanan Seluruh bandara di Indonesia di tingkatkan dari hijau menjadi kuning. Termasuk  Bandara Adi Sumarmo terkait pengamanannya melibatkan TNI AU. Namun sampai saat ini kondisi bandara masih normal.  (Detik)

KASAU : MENHAN SUDAH TEKEN PENGANDAAN SU-35 SUPER FLANKER



 
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menyatakan pemerintah RI telah sepakat memilih Sukhoi Su-35 buatan Rusia sebagai pesawat tempur pengganti skuadron F-5 Tiger yang telah uzur.

“Saya baca dokumen yang dikirim Kementerian Pertahanan ke Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Yang sudah ditandatangani Menhan adalah Sukhoi Su-35,” kata Agus di Jakarta.

Mencari pengganti 16 pesawat F-5 Tiger yang dioperasikan Skuadron Udara 14 yang bermarkas di Pangkalan Udara Iswahjudi, Magetan, Jawa Timur, memang menjadi salah satu target utama TNI AU saat ini.

Agus mengatakan, sebelum Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meneken kesepakatan pengadaan Sukhoi Su-35, TNI AU telah mengirimkan sepsifikasi teknologi pesawat yang mereka nilai pantas menggantikan F-5 Tiger.

TNI AU menyodorkan dua pesawat tempur sebagai pilihan: F-16 Viper buatan Lockheed Martin Amerika Serikat, dan Sukhoi Su-35 buatan Sukhoi Rusia. "Sebagai pengguna, TNI AU hanya mengirimkan tech spec pesawat yang kami inginkan untuk memenuhi tugas kami," ujar Agus.
F-16 Viper dan Sukhoi Su-35 disodorkan TNI AU untuk dipilih karena mereka tak ingin mengubah sistem pemeliharaan secara ekstrem. "Kalau Sukhoi Su-35 kan sama dengan Sukhoi Su-30 yang sudah kami operasikan saat ini," kata Agus.

Dari dua pilihan tersebut, TNI AU akhirnya memilih Su-35 yang dikenal dengan sebutan jet tempur siluman karena kecanggihan teknologinya yang tepat berada di bawah pesawat siluman generasi kelima. Su-35 dapat menghilang dari radar, dilengkapi peralatan jamming untuk menurunkan kemampuan radar musuh, dan memiliki kecepatan supersonik sekitar 1,5 mach atau dua kali kecepatan suara.

Meski demikian, Agus memperkirakan instansinya tak dapat membeli Su-35 sebanyak 16 unit seperti jumlah F-5 Tiger sebelumnya, karena menyesuaikan dengan anggaran yang disediakan pemerintah untuk TNI AU. “Dengan menghitung anggaran yang ada, mungkin beli 12 pesawat Su-35 saja.
Tapi saya minta isinya sudah lengkap,” kata Agus. Saat ini TNI AU mendapat alokasi anggaran US$3,1 miliar atau sekitar Rp41 triliun untuk modernisasi alat utama sistem senjatanya. Anggaran itu akan digunakan selama periode 2015-2019.
CNN Indonesia.

Monday, November 23, 2015

TAHUN DEPAN TNI-AU DATANGKAN HELI BARU AGUSTA WESTLAND (AW -101)




Jakarta - TNI Angkatan Udara akan membeli helikopter baru, Agusta Westland (AW-101), untuk menggantikan Super Puma. Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsma Dwi Badarmanto mengatakan satu unit helikopter yang didatangkan ke Indonesia tahun depan itu digunakan khusus untuk tamu VVIP, termasuk Presiden, Wakil Presiden, dan tamu negara.

"Jadi pesawat ini sudah masuk renstra TNI AU tahun 2014-2019. Jadi dibeli bukan khusus untuk Presiden, tapi memang digunakan untuk tamu VVIP, termasuk Presiden, Wapres, dan tamu negara," kata Dwi kepada Tempo, Senin, 23 November 2015.

Dwi mengatakan TNI AU membeli helikopter AgustaWestland (AW-101) karena usia helikopter Super Puma yang selama ini digunakan sudah sangat tua. "Super Puma usianya sudah 25 tahun, jadi kita ganti dengan AW-101 yang lebih baru," katanya. Pada 2017, dua unit AW-101 kembali akan didatangkan ke Indonesia.

Helikopter kepresidenan AW-101, kata Dwi, akan menunjang mobilitas Presiden yang biasanya menggunakan Super Puma. Menurut dia, AW-101 memiliki tiga baling-baling atau tiga mesin sehingga lebih cepat.

Dibandingkan Super Puma, kata Dwi, AW-101 secara spesifikasi tentu lebih cepat. Selain itu, AW-101 memiliki kapasitas yang lebih banyak. Dwi mengatakan AW-101 berkapasitas 13 orang. "Super Puma hanya memiliki kapasitas tujuh orang. Jadi lebih nyaman juga," ujarnya.
Heli AW-101 memiliki panjang 19,53 meter dan diameter rotor 18,59 meter. Tinggi helikopter ini mencapai 6,62 meter dengan berat kosong 10.500 kilogram. Mesin yang digunakan 3 x Rolls Royce Turbomeca RTM322-01 turboshaft, 1.566 kW (2.100 shp).
Pihak Istana sendiri hingga saat ini masih enggan menanggap
i pembelian helikopter yang ditujukan untuk Presiden dan Wakil Presiden tersebut.
Tempo.